SEMINAR REBON UGM: TEKNIK BARU PENGUKURAN DETECTABILITY INDEX PADA CITRA MEDIS
Seminar Rebon kali ini akan diisi oleh pemateri Dr. Choirul Anam, S.Si., M.Si., F.Med. Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.
Seminar Rebon ini akan membahas topik yang menarik tentang Fisika Citra Medis yaitu:
“TEKNIK BARU PENGUKURAN DETECTABILITY INDEX PADA CITRA MEDIS”
Seminar Rebon akan dilaksanakan secara Daring
Rabu, 30 April 2025
Zoom Meeting : ugm.id/SeminarRebon
Citra medis bukan untuk sekedar menampilkan citra yang indah tentang kondisi internal tubuh. Citra medis dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan atau penyakit di dalam tubuh, sehingga dengan deteksi tersebut terapi dapat dilakukan dengan tepat dan efisien. Dengan demikian, citra medis tidak cukup hanya dikarakterisasi secara fisika dengan berbagai parameter seperti resolusi spasial (dengan modulation transfer function (MTF), noise level (dengan noise-power spectrum (NPS), signal-to-noise ratio (SNR), contrast-to-noise ratio (CNR), atau beberapa parameter fisis lainnya. Berbagai parameter fisis ini memang sangat penting digunakan pada program quality control (QC), atau pada uji kesesuaian (UK), dan lainnya untuk menetukan kehandalam suatu sistem pencitraan. Namun, berbagai parameter fisis tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan keakuratan deteksi penyakit. Parameter yang berhubungan langsung dengan deteksi suatu penyakit adalah detectability index (d-prime). Untuk menentukan detectability index, diperlukan tiga hal penting. Pertama, fantom yang mewakili kondisi penyakit tertentu. Kedua, pemindaian untuk suatu protocol tertentu dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga nilai detectability index meyakinkan secara statistik. Ketiga, penilaian oleh tenaga medis (human observer) yang relevan (seperti dokter radiologi) terhadap citra fantom yang telah diperoleh. Penilian dokter dianalisis menggunakan kurva receiver operating receiver (ROC) atau teknik alternative forced choice (AFC). Tentu saja, kita tidak bisa mengulangi scan pada pasien guna memvariasi input parameter. Menyadari bahwa penilaian oleh human observer ini membutuhkan waktu yang lama dan cukup melelahkan, sehingga dikembangkan teknik baru yang disebut model observer. Ada banyak model yang telah dikembangkan, seperti non-prewhitening matching filter (NPW), NPW dengan eye filter (NPWE), channelized-hotelling observer (CHO) dengan berbagai filter (seperti Gabor, Difference of Gaussian (DoG), Laguerre-Gaus (LG), dan lainnya). Berbagai model observer tersebut terbukti memiliki hasil mirip dengan hasil bacaan human observer. Namun, model observer ini, masih membutuhkan fantom khusus dan pemindaian yang banyak. Saat ini, telah diusulkan suatu konsep untuk mendapatkan detectability index hanya dengan fantom sederhana dan pemindaian yang tidak banyak. Dalam hal ini, detectability index dihitung menggunakan parameter fisika yang sudah dikenal sebelumnya, seperti noise power spectrum (NPS) dan MTF (atau task transfer function (TTF)), dengan suatu model tertentu. Presentasi ini akan mambahas secara ringkas teknik untuk mengukur detectability index dari konsep awal hingga teknik terbaru.
Jangan sampai ketinggalan ya!
#seminarrebon